Eropa melirik Indonesia sebagai alternatif dari China sebagai manufaktur kendaraan listrik

Uni Eropa dan Indonesia sedang mendorong untuk menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas pada akhir tahun, karena negara Asia Selatan bersiap untuk meningkatkan industri kendaraan listrik (EV).

Indonesia merupakan negara Asia Tenggara yang berpenduduk lebih dari 280 juta jiwa yang juga memiliki kekayaan nikel dan bahan mentah lainnya yang sangat penting untuk memproduksi mobil modern. Tapi pemerintah Indonesia telah memberlakukan larangan ekspor nikel dan sedang menyiapkan larangan bauksit lagi, bijih yang digunakan untuk memproduksi aluminium. Alih-alih mengirimkan kekayaan mineralnya ke China dan negara asing lainnya, Indonesia sekarang bermaksud untuk membangun rantai pasokan EV end-to-end di pantainya sendiri dan meningkatkan ekonominya ke atas rantai pasokan.

Dengan demikian, negara tersebut juga memposisikan dirinya sebagai alternatif merek internasional melawan China.

Strategi tersebut tampaknya sudah membuahkan hasil — bulan lalu, Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa produsen mobil Jerman Volkswagen bermaksud membangun ekosistem baterai EV di Indonesia.

Pengumuman tersebut disampaikan di pameran perdagangan Hanover, di mana Kanselir Jerman Olaf Scholz bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo. Pada saat itu, Scholz mengatakan kepada Widodo bahwa dia “sedang bekerja untuk akhirnya mencapai kesepakatan ini [antara UE dan Indonesia] sampai ke garis akhir.”

Saat ini kita banyak impor [mineral penting] dari China,” kata Scholz usai bertemu Widodo. “Padahal tanah jarang, tembaga, atau nikel seringkali tidak diekstraksi di sana, melainkan di negara-negara seperti Indonesia,” imbuhnya.

FORD DAN TESLA MENCARI POSISI DI INDONESIA

Meskipun merupakan negara terpadat di Asia Tenggara dan ekonomi terbesar di kawasan ini, hubungan perdagangan UE dengan Indonesia relatif kecil. Perdagangan barang bilateral hanya bernilai €24,8 miliar ($27,3 miliar) pada tahun 2021. Ini kurang dari setengah volume perdagangan antara UE dan Vietnam, yang berpenduduk kurang dari 100 juta.

Dan ketika Jerman berusaha untuk memperdalam hubungan, saingan dari AS sudah bergerak. Ford, raksasa pembuat mobil yang berbasis di AS, telah bermitra dengan beberapa perusahaan aktif di Indonesia, sementara Tesla, pemimpin EV dunia, sedang dalam pembicaraan dengan pemerintah Indonesia.

BASF SE yang berkantor pusat di Jerman, salah satu produsen bahan kimia terbesar di dunia, juga dilaporkan ingin berinvestasi di kilang nikel-kobalt dengan Eramet SA multinasional Prancis.

“Saya menduga kita akan melihat lebih banyak pengumuman investasi seperti itu ke depan,” kata Chris Humphrey, direktur eksekutif Dewan Bisnis UE-ASEAN, yang mewakili bisnis Eropa di Asia Tenggara.

Kesepakatan bernilai miliaran belum dikonfirmasi

Salah satu produk utama yang digunakan untuk produksi baterai EV adalah mixed hydroxide precipitate (MHP), bahan nikel perantara. Bagi Kevin O’Rourke, seorang analis dan prinsipal di konsultan Reformasi Information Services yang berbasis di Jakarta, MHP adalah “minyak mentah masa depan”.

Ada keinginan dari kedua belah pihak agar Jerman mendapatkan PLTMH dari Indonesia. Bagi kedua belah pihak, hal itu akan mengurangi ketergantungan masing-masing pada China, yang perusahaannya saat ini bertanggung jawab atas keseluruhan produksi PLTMH Indonesia,” tambah O’Rourke.

Awal tahun ini, pejabat Indonesia mengatakan BASF dan Eramet sedang merencanakan kesepakatan kemitraan senilai $2,6 miliar untuk memproduksi PLTMH, meskipun kesepakatan tersebut belum dikonfirmasi secara resmi oleh perusahaan. Eramet mengatakan pabrik itu, jika disetujui, kemungkinan akan mulai beroperasi pada 2026.

Produksi PLTMH Indonesia saat ini, yang dikendalikan oleh perusahaan milik China, menggunakan proses High Pressure Acid Leach (HPAL) yang digunakan untuk mengekstraksi nikel dan kobalt dari badan bijih laterit. Perusahaan tidak mengungkapkan seberapa besar potensi aliran limbah beracun yang berakhir di lingkungan Indonesia yang sudah terlanjur diterjang.

“Uni Eropa telah menyuarakan keberatan tentang manfaat memasok kendaraan listrik dengan bahan baterai yang tidak ramah lingkungan, dalam hal limbah beracun serta emisi gas rumah kaca yang tinggi,” kata O’Rourke.

KESIMPULAN

Di Metalextra, rencana kerja kami terlaksana karena kami mendengarkan, mengulas, dan menganalisis tantangan dari pelanggan kami. Spesialis kami akan memulai dengan menghabiskan waktu di lantai workshop Anda dan di laboratorium Anda. Kemudian, kami mencari solusi dan menemukan jawaban yang sesuai dengan kebutuhan anda.

Jika Anda berminat untuk membeli alat kerja presisi ataupun beragam alat aksesoris machining dan cutting tool dimensi metric lainnya silahkan hubungi kami melalui chat online yang ada di pojok kanan bawah website ini atau melalui email: sales@metalextra.com Semoga bermanfaat. Wassalam!


Sumber:

dw.com/en/european-carmakers-look-to-indonesia-as-alternative-to-china/a-65481423

Tim Kreatif Metalextra.com, tulisan ini merupakan opini Pribadi di media milik sendiri.

Awalnya dipublikasikan pada21 March 2020 @ 5:21 PM

Leave a Reply